Ketika Wanita Menggoda

Allah ta’ala telah menganugerahkan kepada kaum wanita keindahan yang membuat kaum lelaki tertarik kepada mereka. Namun syariat yang suci ini tidak memperkenankan keindahan itu diobral seperti layaknya barang dagangan di etalase atau di emperan toko. Tapi kenyataan yang kita jumpai sekarang ini wanita justru menjadi sumber fitnah bagi laki-laki. Di jalan-jalan, di acara TV atau di VCD para wanita mengumbar aurat seenaknya bak kontes kecantikan yang melombakan keindahan tubuh, sehingga seolah-olah tidak ada siksa dan tidak kenal apa itu dosa. Benarlah sabda Rasulullah yang mulia dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, di mana beliau bersabda, “Tidak pernah kutinggalkan sepeninggalku godaan yang lebih besar bagi kaum lelaki daripada wanita.” (HR. Bukhari Muslim) Ya, begitulah realitasnya, wanita menjadi sumber godaan yang telah banyak membuat lelaki bertekuk lutut dan terbenam dalam lumpur yang dibuat oleh syaitan untuk menenggelamkannya. Usaha-usaha untuk menggoda bisa secara halus, baik disadari maupun tidak, secara terang-terangan maupun berkedok seni. Tengoklah kisah Nabi Allah Yusuf ‘alaihis salam tatkala istri pembesar Mesir secara terang-terangan menggoda Beliau untuk diajak melakukan tindakan tidak pantas. Nabi Yusuf pun menolak dan berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukanku dengan baik.” (QS. Yusuf: 23) Muhammad bin Ishaq menceritakan, As-Sirri pernah lewat di sebuah jalan di kota Mesir. Karena tahu dirinya menarik, wanita ini berkata, “Aku akan menggoda lelaki ini.” Maka wanita itu membuka wajahnya dan memperlihatkan dirinya di hadapan As-Sirri. Beliau lantas bertanya, “Ada apa denganmu?” Wanita itu berkata, “Maukah anda merasakan kasur yang empuk dan kehidupan yang nikmat?” Beliau malah kemudian melantunkan syair,”Berapa banyak pencandu kemaksiatan yang mereguk kenikmatan dari wanita-wanita itu, namun akhirnya ia mati meninggalkan mereka untuk merasakan siksa yang nyata. Mereka menikmati kemaksiatan yang hanya sesaat, untuk merasakan bekas-bekasnya yang tak kunjung sirna. Wahai kejahatan, sesungguhnya Allah melihat dan mendengar hamba-Nya, dengan kehendak Dia pulalah kemaksiatan itu tertutupi jua.” (Roudhotul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaqin, karya Ibnul Qayyim) Perhatikanlah bagaimana Rasulullah telah mewanti-wanti kepada kita sekalian lewat sabda beliau, “Hati-hatilah pada dunia dan hati-hatilah pada wanita karena fitnah pertama bagi Bani Isroil adalah karena wanita.” (HR. Muslim) Kini, di era globalisasi, ketika arus informasi begitu deras mengalir, godaan begitu gampang masuk ke rumah-rumah kita. Cukup dengan membuka surat kabar dan majalah, atau dengan mengklik tombol remote control, godaan pun hadir di tengah-tengah kita tanpa permisi, menampilkan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok memamerkan aurat yang semestinya dijaga. Lalu, sebagian muslimah ikut-ikutan terbawa oleh propaganda gaya hidup seperti ini. Pakaian kehormatan dilepas, diganti dengan pakaian-pakaian ketat yang membentuk lekuk tubuh, tanpa merasa risih. Godaan pun semakin kencang menerpa, dan pergaulan bebas menjadi hal biasa. Maka, kita perlu merenungkan dua bait syair yang diucapkan oleh Sufyan Ats-Tsauri: “Kelezatan-kelezatan yang didapati seseorang dari yang haram, toh akan hilang juga, yang tinggal hanyalah aib dan kehinaan, segala kejahatan akan meninggalkan bekas-bekas buruk, sungguh tak ada kebaikan dalam kelezatan yang berakhir dengan siksaan dalam neraka.” Seorang ulama yang masyhur, Ibnul Qayyim pun memberikan nasihat yang sangat berharga: “Allah Subhanahu wa ta’ala telah menjadikan mata itu sebagai cerminan hati. Apabila seorang hamba telah mampu meredam pandangan matanya, berarti hatinya telah mampu meredam gejolak syahwat dan ambisinya. Apabila matanya jelalatan, hatinya juga akan liar mengumbar syahwat…” Wallahul Musta’an.

Penulis: Abu Harun Aminuddin

//www.muslim.or.id//

Orang Baik Bukan Berarti Bebas Cobaan

Jika Anda telah berusaha mendekat kepada Allah dan sesuai Sunnah Nabi -shallallahu’alaihi wasallam- bukan berarti ujian, cobaan, dan musibah tidak akan menimpa. Jika sudah demikian, lalu ujian musibah menimpa, maka tetaplah teguh, dan berbaik-sangkalah kepada Allah. Ingat selalu firman-Nya:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan untuk mengatakan, ‘kami telah beriman’ TANPA diuji?! Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah benar-benar tahu orang-orang yang tulus dan orang-orang yang dusta“. (QS. Al-Ankabut: 2-3).

Ingat pula Sabda Nabi -shallallahu’alaihi wasallam-:

أشدُّالناسِ بلاءً الأنبياءُ ، ثم الأمثلُ فالأمثلُ ، يُبتلى الناسُ على قدْرِ دينِهم ، فمن ثَخُنَ دينُه اشْتدَّ بلاؤُه ، و من ضعُف دينُه ضَعُف بلاؤه ، و إنَّ الرجلَ لَيُصيبُه البلاءُ حتى يمشيَ في الناسِ ما عليه خطيئةٌ

“Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang yang paling baik (setelahnya), lalu orang yang paling baik (setelahnya). Maka siapa yang agamanya berbobot, cobaannya juga berat. Siapa yang agamanya lemah, cobaannya juga ringan. Dan sungguh seseorang akan terus ditimpa cobaan, hingga dia berjalan di tengah-tengah manusia tanpa dosa sedikitpun“. [(HR. Ibnu Hibban no. 2900, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 993).

Jangan lupa juga perkataan Syaikh Abdul Qodir Jaelani -rahimahullah-: “Wahai anak kecilku, sungguh musibah itu datang bukan untuk membinasakanmu, namun dia datang untuk menguji kesabaran dan imanmu. Wahai anak kecilku, cobaan itu (ibarat) hewan buas, dan hewan buas itu tidak akan memangsa bangkai”. (Zadul Ma’ad, Ibnul Qoyyim, 4/178).

Oleh karena itu, semakin tinggi agama kita, semakin kita butuh berdoa untuk keteguhan iman kita, sebagaimana dicontohkan Nabi -shallallahu’alaihi wasallam-. Ummu Salamah -isteri beliau- mengatakan: Dahulu doa Nabi -shallallahu’alaihi wasallam- yang paling banyak adalah:

يا مقلب القلوب, ثبت قلبي على دينك

“Wahai Yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamaMu“. (HR. Tirmidzi: 3522, disahihkan oleh Syeikh Albani).


Penulis: Ust. Musyaffa Ad Darini, Lc., MA.

Artikel Muslim.Or.Id

‎Orang Baik Bukan Berarti Bebas Cobaan

Jika Anda telah berusaha mendekat kepada Allah dan sesuai Sunnah Nabi -shallallahu’alaihi wasallam- bukan berarti ujian, cobaan, dan musibah tidak akan menimpa. Jika sudah demikian, lalu ujian musibah menimpa, maka tetaplah teguh, dan berbaik-sangkalah kepada Allah. Ingat selalu firman-Nya:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan untuk mengatakan, ‘kami telah beriman’ TANPA diuji?! Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah benar-benar tahu orang-orang yang tulus dan orang-orang yang dusta“. (QS. Al-Ankabut: 2-3).

Ingat pula Sabda Nabi -shallallahu’alaihi wasallam-:

أشدُّالناسِ بلاءً الأنبياءُ ، ثم الأمثلُ فالأمثلُ ، يُبتلى الناسُ على قدْرِ دينِهم ، فمن ثَخُنَ دينُه اشْتدَّ بلاؤُه ، و من ضعُف دينُه ضَعُف بلاؤه ، و إنَّ الرجلَ لَيُصيبُه البلاءُ حتى يمشيَ في الناسِ ما عليه خطيئةٌ

“Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang yang paling baik (setelahnya), lalu orang yang paling baik (setelahnya). Maka siapa yang agamanya berbobot, cobaannya juga berat. Siapa yang agamanya lemah, cobaannya juga ringan. Dan sungguh seseorang akan terus ditimpa cobaan, hingga dia berjalan di tengah-tengah manusia tanpa dosa sedikitpun“. [(HR. Ibnu Hibban no. 2900, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 993).

Jangan lupa juga perkataan Syaikh Abdul Qodir Jaelani -rahimahullah-: “Wahai anak kecilku, sungguh musibah itu datang bukan untuk membinasakanmu, namun dia datang untuk menguji kesabaran dan imanmu. Wahai anak kecilku, cobaan itu (ibarat) hewan buas, dan hewan buas itu tidak akan memangsa bangkai”. (Zadul Ma’ad, Ibnul Qoyyim, 4/178).

Oleh karena itu, semakin tinggi agama kita, semakin kita butuh berdoa untuk keteguhan iman kita, sebagaimana dicontohkan Nabi -shallallahu’alaihi wasallam-. Ummu Salamah -isteri beliau- mengatakan: Dahulu doa Nabi -shallallahu’alaihi wasallam- yang paling banyak adalah:

يا مقلب القلوب, ثبت قلبي على دينك

“Wahai Yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamaMu“. (HR. Tirmidzi: 3522, disahihkan oleh Syeikh Albani).

—
Penulis: Ust. Musyaffa Ad Darini, Lc., MA.

Artikel Muslim.Or.Id‎

Jadilah Sang Pendidik

Pendidik atau guru adalah orang tua kedua bagi anak didiknya. Mau tidak mau para pendidik juga berperan besar mewarnai seorang anak. Anak laksana kertas putih yang secara fithroh bersih, suci dan orang tua serta gurulah yang berperan besar untuk mewarnai anak menjadi merah, hijau, kuning, atau perpaduan warna lainnya. Hal tersebut membuat pendidik memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar, yang tidak dapat diremehkan dan dipandang sebelah mata. Bagi pendidik yang ikhlas dan menjadikan tugas tersebut sebagai ladang amal maka pahala dari Allah telah menanti. Akan tetapi akankah seorang pendidik akan selalu mulus dan tanpa rintangan dalam melaksanakan tugasnya tersebut??? Tentu jawabnya tidak.

Lika-liku sebagai pendidik harus dilalui, karena pendidik tidak hanya menghadapi satu orang saja, namun bisa puluhan orang. Tidak hanya anak didik saja yang harus pendidik hadapi, begitu juga orang tua anak didik. Tidak mudah tentunya. Namun mengingat agung perannya seorang pendidik, dapat menjadikan pemicu semangat untuk tidak gentar menghadapi masalah-masalah yang dihadapi dengan anak didik. Setiap pendidik akan dicoba dengan masalah masing-masing, dan hal tersebut dapat mendewasakan sang pendidik dari waktu ke waktu. Hingga suatu saat ia mampu berdiri setegar karang, yang mampu menghadapi benturan ombak yang kian membesar. Senyum, tangis, guratan kesedihan maupun kekhawatiran menjadi bumbu bagi pendidik. Senyum dan tawa mengiringi langkah keberhasilan anak didik. Guratan kesedihan maupun kekhawatiran tersimpan hingga terkadang teruraikan air mata bila melihat kemunduran atau bahkan kemerosotan ynag dihadapi anak didik baik dari segi akademik maupun akhlak. Harus bagaimana lagi agar dapat menjadi guru yang pengertian terhadap anak-didik. Harus melakukan apa lagi agar anak didik dapat menjadi lebih baik. Satu masalah terurai dan selesai muncullah masalah yang baru yang harus dihadapi lagi. Seakan-akan masalah tak ada henti-hentinya dari hari ke hari.

Wahai para pendidik bersabarlah, hingga waktu dimana kau menuai pahala akan tiba!

Penulis ini juga belum menjadi pendidik yang baik namun baru berusaha menjadi pendidik yang baik bagi anak didiknya. Tentunya banyak belajar baik dari teori maupun pengalaman bagaimana cara mendidik yang benar dan efektif.Untuk itu salah satu cara adalah pendidik harus cerdik mengetahui hal-hal yang penting dalam mendidik. Hal-hal yang penting tersebut antara lain :

Ikhlas

Pendidik harus memiliki niat yang ikhlas dalam mendidik anak-anak didiknya. Hal tersebut agar membedakan antara niat kebiasaan dan niat ibadah. Jadi tatkala pendidik meniatkan mendidik untuk mencari pahala di sisi Allah, maka akan berbeda jika pendidik tanpa ada niat dihati, pergi pagi pulang siang ke sekolah dan hanya menjadikan hal tersebut sebagai rutinitas belaka. Dan niat tersebut harus ikhlas, karena niat yang ikhlas adalah bagian terpenting agar tidak menjadi amalan yang kosong. Sebagaimana Imam Nawawi rahimahullah menempatkan niat di hadist pertama dalam kitab Hadist Arba’in, yang isinya adalah:

Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al Khaththab radhiyallohu’anhu, dia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijarhnya karena (Ingin mendapat keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijarhnya karena dunia yang dikehendakinya atau kerana wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.” (HR. Bukhari)

Jauhkan sifat riya‘ dari diri Sang Pendidik. Rasa ingin dipuji karena ketinggian ilmu, rasa ingin di sanjung dengan keahlian yang dimiliki. Wahai para pendidik, ingatlah bahwa kau dapat mengajarkan ilmu yang sekarang kau ajarkan karena menang selangkah. Dalam artian kau lebih dahulu menimba ilmu yang kau berikan sebelum anak didikmu. Mungkin jika kau duduk bersama bersanding dengan anak didikmu, belum tentu kau lebih faham dari mereka. Terbukti banyak sekali anak didik yang ilmunya melebihi ilmu sang guru. Dan juga ingatlah ilmu tersebut berasal dari Allah. Allah yang memahamkan kepadamu.

Ilmu yang kau dapatkan jangan sekedar kau gadaikan demi sesuap nasi

Kau menjadi angkuh dan menilai ketinggian ilmumu dengan rupiah. Waliyyadzubillah. Ingatlah bahwa rizqi adalah dari Allah. Kau dapat pendidikan yang tinggi itu juga rizqi-Nya, kau dapat kecerdasan juga karena rizqi-Nya. Kau faham akan ilmu yang kau pelajari juga karena rizqi-Nya. Dan kau mendapat kesempatan menularkan ilmu kepada yang lain juga tak lepas dari Rizqi-Nya. Ikhlas, ikhlas, dan ikhlas. Kata yang sangat mudah terucap namun sulit dalam mempraktekkannya. Ikhlas dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Cek, cek dan cek lagi hati agar tak lepas dari keikhlasan. Bagaimanapun inilah ladang amal yang besar yang tidak boleh disia-siakan. Maka berjuanglah!!!

Keteladanan

Pendidik tidak hanya mengajar namun juga mendidik. Jika mengajar, setelah bahan ajar disampaikan, sudah lepaslah tanggung jawab, namun jika mendidik adalah lebih menuju ke arah memberikan pemahaman baik segi akademik maupun segi mental anak didiknya. Pendidik akan lebih dihargai dan lebih didengar tatkala ia tidak asal bunyi saja alias asal berbicara (menasehati dan menasehati) namun lebih ke suri teladan. Melihat dengan contoh lebih mudah dipahami oleh anak daripada sekedar mendengar, karena perilaku merupakan cermin berfikirnya. Sebagai contoh yang mudah, tatkala ada kerja bakti kelas, pendidik hanya menyuruh ini itu, sedangkan ia santai melenggang pergi atau hanya mondar-mandir saja, maka akan terjadi protes pada diri anak didik, Karena perintah tersebut tak terwujud dalam tindakan. Mungkin benar bahwa sebagai pendidik adalah yang mengarahkan namun alangkah lebih bagus lagi selagi mengarahkan pendidik juga memberikan contoh. Hal tersebut sepele namun akan benar-benar membekas. Siapa tahu tatkala anak didik menjadi pendidik, ia akan cenderung bersikap sebagaimana pendidik ajarkan dahulu yaitu menjadi jiwa penyuruh tanpa mau meneladani. Bila seorang pendidik benar dalam perkataannya dan dibuktikan dalam perbuatannya anak akan tumbuh dengan semua prinsip-prinsip pendidikan yang tertancap dalam pikirannya.

Allah juga telah memperingatkan bagi pendidik yang berbuat berlainan dengan ucapannya, Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa saja yang tidak kamu perbuat.” (QS. Ash-Shaf: 2-3)

Disiplin

Menegakkan kedisiplinan berbeda dengan pengekangan. Memang sedikit agak sukar dibedakan, karena begitu banyak aturan yang harus ditegakkan saat menerapkan kedisiplinan. Akan tetapi jika diamati lebi cermat terdapat perbedaan mencolok diantara keduanya, Pengekangan akan sangat merugikan anak didiknya yang akan dirasakan sekarang maupun dilain waktu, namun disiplin akan menimbulkan pengekangan anak didik di awal saja, disaat mereka baru beradaptasi dengan bentuk kedisiplinan tersebut, jika sudah berulang kali melaksanakannya dan biasa maka mereka akan merasakan betapa bermanfaat disiplin tersebut bagi dirinya. Hal yang kecil yang dapat dilakukan, misalnya disiplin masuk kelas, disiplin terhadap peraturan yang ada di kelas atau sekolah.
Islampun telah mengajarkan kedisiplinan yaitu tercermin dalam shalat wajib tepat waktu, tidak boleh mengulur-ulur hingga akhir waktu bahkan keluar dari waktu yang telah ditentukan. Juga disunnahkan untuk mengucapkan salam jika bertemu saudara muslim yang lain, dan wajib untuk menjawabnya.

Amanah Ilmiah

Hal tersebut yang sering sekali terlupa oleh sang pendidik, yaitu amanah ilmiah. Amanah Ilmiah tersebut harus dijalankan disaat memberikan pelajaran, sehingga pelajaran yang dibawakan bukan sekedar asal bunyi belaka. Kadang ada pendidik yang kurang menjalankan amanah ilmiah ini, dengan sekedar mengabarkan tanpa memberikan rujukan-rujukan yang terpercaya, atau bahkan pelajaran hanya diisi dengan cerita pengalaman yang mungkin tidak ada hubungannya dengan pelajaran sama sekali.

Dapat mengkondisikan kelas

Terkadang tidak semua pendidik mampu mengkondisikan kelas, tidak mampu dalam mengendalikan anak didik, akhirnya target pelajaran tak terkejar, kelas dalam suasana gaduh dan anak didik bersikap semaunya. Tidak dapat dibiarkan, untuk situasi semacam ini pendidik harus pandai memutar otak agar dapat mengendalikan kelas tanpa harus beradu mulut dengan anak didiknya. Memang sulit apalagi jika dalam satu kelas terdiri dari 20 anak lebih, yang masing-masing dari mereka memiliki pemikiran sendiri. Jangan menyerah insyaallaah akan selalu ada jalan bagi pendidik yang sabar dan berpikiran jernih.

Bertindaklah bak seorang pendidik sedang bermain layang-layang

Ibarat ini memiliki arti bahwa pendidik harus mampu menempatkan diri sebagai pemain layang-layang, dan layang-layang tersebut sebagai anak didik. Pendidik harus dapat menarik-ulur layang-layang tersebut, menarik layang-layang dengan artian tatkala anak didik mulai melanggar peraturan atau anak didik mulai tidak mengindahkan nasehat pendidik maka pendidik bisa bersikap tegas namun bukan mendzalimi. Dan mengulur layang-layang artinya tatkala anak didik mulai disiplin, taat kepada aturan yang ada dan bersemangat untuk menuntut ilmu, pendidik dapat memberikan kelemah-lembutan namun bukan lemah. Kelemah-lembutan misalnya dengan memberi mereka hadiah berupa pujian atau mengadakan kejutan kecil untuk mereka, seperti memberi hadiah buku dsb. Karena Allah pun menyuruh pendidik agar berlemah lembut, dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang tidak diberi sifat kelembutan maka ia tidak memiliki kebaikan sama sekali.” (HR. Muslim 2592)

Jauhilah Mengeluh dan Putus asa

Ingatlah selalu, pahala yang akan diraih. Mengeluh akan membuka pintu setan sehingga pendidik, menyerah sedangkan berputus asa akan dapat memutuskan ladang amalan yang seharusnya pendidik dapatkan. Semangat harus selalu dipupuk tatkala mulai timbul kejenuhan, keruwetan dalam menghadapi lika-liku dalam mendidik.

Dan yang terpenting adalah DOA

Serahkan semua permasalahan kepada Allah, dan Allah lah tempat mengadu. Bisa jadi anak yang semula buruk akan berubah menjadi baik dengan izin Allah karena wasilah dari doa yang pendidik panjatkan. Allah Subhanahu wa Ta’alla berfirman (yang artinya),
” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepadaKu” (QS. Al-Baqarah : 186)

Bagaimanapun hati manusia ada di antara jari-jari Allah. Sebagaimana hati anak-anak pula yang berada diantara jari-jari Allah, hanya Dia yang dapat membolak-balikkan hati hamba-Nya. Adukan semua kepada-Nya, dan memohonlah agar mendapatkan kemudahan.
“Ya Allah, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku dan lunakkanlah lidahku agar manusia dapat memahami perkataanku” (QS. Thaahaa: 25-28)

Bersyukurlah karena dalam garis hidup ini ada waktu untuk memberikan ilmu walau sedikit kepada orang lain. Mungkin itulah salah satu cara agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Baik pelajaran syar’i maupun pelajaran umum bila ilmu tersebut untuk kemajuan agama islam, insyallaah bermanfaat. Semua bisa mengaku sebagai guru namun semua guru belum tentu bisa menjadi pendidik sejati.
Wallahu a’lam bishawab

Penulis : Ummu Hamzah Galuh Pramita Sari
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar hafidzahullah

***

Artikel muslimah.or.id

Jadilah Sang Pendidik

Pendidik atau guru adalah orang tua kedua bagi anak didiknya. Mau tidak mau para pendidik juga berperan besar mewarnai seorang anak. Anak laksana kertas putih yang secara fithroh bersih, suci dan orang tua serta gurulah yang berperan besar untuk mewarnai anak menjadi merah, hijau, kuning, atau perpaduan warna lainnya. Hal tersebut membuat pendidik memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar, yang tidak dapat diremehkan dan dipandang sebelah mata. Bagi pendidik yang ikhlas dan menjadikan tugas tersebut sebagai ladang amal maka pahala dari Allah telah menanti. Akan tetapi akankah seorang pendidik akan selalu mulus dan tanpa rintangan dalam melaksanakan tugasnya tersebut??? Tentu jawabnya tidak.

Lika-liku sebagai pendidik harus dilalui, karena pendidik tidak hanya menghadapi satu orang saja, namun bisa puluhan orang. Tidak hanya anak didik saja yang harus pendidik hadapi, begitu juga orang tua anak didik. Tidak mudah tentunya. Namun mengingat agung perannya seorang pendidik, dapat menjadikan pemicu semangat untuk tidak gentar menghadapi masalah-masalah yang dihadapi dengan anak didik. Setiap pendidik akan dicoba dengan masalah masing-masing, dan hal tersebut dapat mendewasakan sang pendidik dari waktu ke waktu. Hingga suatu saat ia mampu berdiri setegar karang, yang mampu menghadapi benturan ombak yang kian membesar. Senyum, tangis, guratan kesedihan maupun kekhawatiran menjadi bumbu bagi pendidik. Senyum dan tawa mengiringi langkah keberhasilan anak didik. Guratan kesedihan maupun kekhawatiran tersimpan hingga terkadang teruraikan air mata bila melihat kemunduran atau bahkan kemerosotan ynag dihadapi anak didik baik dari segi akademik maupun akhlak. Harus bagaimana lagi agar dapat menjadi guru yang pengertian terhadap anak-didik. Harus melakukan apa lagi agar anak didik dapat menjadi lebih baik. Satu masalah terurai dan selesai muncullah masalah yang baru yang harus dihadapi lagi. Seakan-akan masalah tak ada henti-hentinya dari hari ke hari.

Wahai para pendidik bersabarlah, hingga waktu dimana kau menuai pahala akan tiba!

Penulis ini juga belum menjadi pendidik yang baik namun baru berusaha menjadi pendidik yang baik bagi anak didiknya. Tentunya banyak belajar baik dari teori maupun pengalaman bagaimana cara mendidik yang benar dan efektif.Untuk itu salah satu cara adalah pendidik harus cerdik mengetahui hal-hal yang penting dalam mendidik. Hal-hal yang penting tersebut antara lain :

Ikhlas

Pendidik harus memiliki niat yang ikhlas dalam mendidik anak-anak didiknya. Hal tersebut agar membedakan antara niat kebiasaan dan niat ibadah. Jadi tatkala pendidik meniatkan mendidik untuk mencari pahala di sisi Allah, maka akan berbeda jika pendidik tanpa ada niat dihati, pergi pagi pulang siang ke sekolah dan hanya menjadikan hal tersebut sebagai rutinitas belaka. Dan niat tersebut harus ikhlas, karena niat yang ikhlas adalah bagian terpenting agar tidak menjadi amalan yang kosong. Sebagaimana Imam Nawawi rahimahullah menempatkan niat di hadist pertama dalam kitab Hadist Arba’in, yang isinya adalah:

Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al Khaththab radhiyallohu’anhu, dia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijarhnya karena (Ingin mendapat keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijarhnya karena dunia yang dikehendakinya atau kerana wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.” (HR. Bukhari)

Jauhkan sifat riya‘ dari diri Sang Pendidik. Rasa ingin dipuji karena ketinggian ilmu, rasa ingin di sanjung dengan keahlian yang dimiliki. Wahai para pendidik, ingatlah bahwa kau dapat mengajarkan ilmu yang sekarang kau ajarkan karena menang selangkah. Dalam artian kau lebih dahulu menimba ilmu yang kau berikan sebelum anak didikmu. Mungkin jika kau duduk bersama bersanding dengan anak didikmu, belum tentu kau lebih faham dari mereka. Terbukti banyak sekali anak didik yang ilmunya melebihi ilmu sang guru. Dan juga ingatlah ilmu tersebut berasal dari Allah. Allah yang memahamkan kepadamu.

Ilmu yang kau dapatkan jangan sekedar kau gadaikan demi sesuap nasi

Kau menjadi angkuh dan menilai ketinggian ilmumu dengan rupiah. Waliyyadzubillah. Ingatlah bahwa rizqi adalah dari Allah. Kau dapat pendidikan yang tinggi itu juga rizqi-Nya, kau dapat kecerdasan juga karena rizqi-Nya. Kau faham akan ilmu yang kau pelajari juga karena rizqi-Nya. Dan kau mendapat kesempatan menularkan ilmu kepada yang lain juga tak lepas dari Rizqi-Nya. Ikhlas, ikhlas, dan ikhlas. Kata yang sangat mudah terucap namun sulit dalam mempraktekkannya. Ikhlas dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Cek, cek dan cek lagi hati agar tak lepas dari keikhlasan. Bagaimanapun inilah ladang amal yang besar yang tidak boleh disia-siakan. Maka berjuanglah!!!

Keteladanan

Pendidik tidak hanya mengajar namun juga mendidik. Jika mengajar, setelah bahan ajar disampaikan, sudah lepaslah tanggung jawab, namun jika mendidik adalah lebih menuju ke arah memberikan pemahaman baik segi akademik maupun segi mental anak didiknya. Pendidik akan lebih dihargai dan lebih didengar tatkala ia tidak asal bunyi saja alias asal berbicara (menasehati dan menasehati) namun lebih ke suri teladan. Melihat dengan contoh lebih mudah dipahami oleh anak daripada sekedar mendengar, karena perilaku merupakan cermin berfikirnya. Sebagai contoh yang mudah, tatkala ada kerja bakti kelas, pendidik hanya menyuruh ini itu, sedangkan ia santai melenggang pergi atau hanya mondar-mandir saja, maka akan terjadi protes pada diri anak didik, Karena perintah tersebut tak terwujud dalam tindakan. Mungkin benar bahwa sebagai pendidik adalah yang mengarahkan namun alangkah lebih bagus lagi selagi mengarahkan pendidik juga memberikan contoh. Hal tersebut sepele namun akan benar-benar membekas. Siapa tahu tatkala anak didik menjadi pendidik, ia akan cenderung bersikap sebagaimana pendidik ajarkan dahulu yaitu menjadi jiwa penyuruh tanpa mau meneladani. Bila seorang pendidik benar dalam perkataannya dan dibuktikan dalam perbuatannya anak akan tumbuh dengan semua prinsip-prinsip pendidikan yang tertancap dalam pikirannya.

Allah juga telah memperingatkan bagi pendidik yang berbuat berlainan dengan ucapannya, Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa saja yang tidak kamu perbuat.” (QS. Ash-Shaf: 2-3)

Disiplin

Menegakkan kedisiplinan berbeda dengan pengekangan. Memang sedikit agak sukar dibedakan, karena begitu banyak aturan yang harus ditegakkan saat menerapkan kedisiplinan. Akan tetapi jika diamati lebi cermat terdapat perbedaan mencolok diantara keduanya, Pengekangan akan sangat merugikan anak didiknya yang akan dirasakan sekarang maupun dilain waktu, namun disiplin akan menimbulkan pengekangan anak didik di awal saja, disaat mereka baru beradaptasi dengan bentuk kedisiplinan tersebut, jika sudah berulang kali melaksanakannya dan biasa maka mereka akan merasakan betapa bermanfaat disiplin tersebut bagi dirinya. Hal yang kecil yang dapat dilakukan, misalnya disiplin masuk kelas, disiplin terhadap peraturan yang ada di kelas atau sekolah.
Islampun telah mengajarkan kedisiplinan yaitu tercermin dalam shalat wajib tepat waktu, tidak boleh mengulur-ulur hingga akhir waktu bahkan keluar dari waktu yang telah ditentukan. Juga disunnahkan untuk mengucapkan salam jika bertemu saudara muslim yang lain, dan wajib untuk menjawabnya.

Amanah Ilmiah

Hal tersebut yang sering sekali terlupa oleh sang pendidik, yaitu amanah ilmiah. Amanah Ilmiah tersebut harus dijalankan disaat memberikan pelajaran, sehingga pelajaran yang dibawakan bukan sekedar asal bunyi belaka. Kadang ada pendidik yang kurang menjalankan amanah ilmiah ini, dengan sekedar mengabarkan tanpa memberikan rujukan-rujukan yang terpercaya, atau bahkan pelajaran hanya diisi dengan cerita pengalaman yang mungkin tidak ada hubungannya dengan pelajaran sama sekali.

Dapat mengkondisikan kelas

Terkadang tidak semua pendidik mampu mengkondisikan kelas, tidak mampu dalam mengendalikan anak didik, akhirnya target pelajaran tak terkejar, kelas dalam suasana gaduh dan anak didik bersikap semaunya. Tidak dapat dibiarkan, untuk situasi semacam ini pendidik harus pandai memutar otak agar dapat mengendalikan kelas tanpa harus beradu mulut dengan anak didiknya. Memang sulit apalagi jika dalam satu kelas terdiri dari 20 anak lebih, yang masing-masing dari mereka memiliki pemikiran sendiri. Jangan menyerah insyaallaah akan selalu ada jalan bagi pendidik yang sabar dan berpikiran jernih.

Bertindaklah bak seorang pendidik sedang bermain layang-layang

Ibarat ini memiliki arti bahwa pendidik harus mampu menempatkan diri sebagai pemain layang-layang, dan layang-layang tersebut sebagai anak didik. Pendidik harus dapat menarik-ulur layang-layang tersebut, menarik layang-layang dengan artian tatkala anak didik mulai melanggar peraturan atau anak didik mulai tidak mengindahkan nasehat pendidik maka pendidik bisa bersikap tegas namun bukan mendzalimi. Dan mengulur layang-layang artinya tatkala anak didik mulai disiplin, taat kepada aturan yang ada dan bersemangat untuk menuntut ilmu, pendidik dapat memberikan kelemah-lembutan namun bukan lemah. Kelemah-lembutan misalnya dengan memberi mereka hadiah berupa pujian atau mengadakan kejutan kecil untuk mereka, seperti memberi hadiah buku dsb. Karena Allah pun menyuruh pendidik agar berlemah lembut, dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang tidak diberi sifat kelembutan maka ia tidak memiliki kebaikan sama sekali.” (HR. Muslim 2592)

Jauhilah Mengeluh dan Putus asa

Ingatlah selalu, pahala yang akan diraih. Mengeluh akan membuka pintu setan sehingga pendidik, menyerah sedangkan berputus asa akan dapat memutuskan ladang amalan yang seharusnya pendidik dapatkan. Semangat harus selalu dipupuk tatkala mulai timbul kejenuhan, keruwetan dalam menghadapi lika-liku dalam mendidik.

Dan yang terpenting adalah DOA

Serahkan semua permasalahan kepada Allah, dan Allah lah tempat mengadu. Bisa jadi anak yang semula buruk akan berubah menjadi baik dengan izin Allah karena wasilah dari doa yang pendidik panjatkan. Allah Subhanahu wa Ta’alla berfirman (yang artinya),
” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepadaKu” (QS. Al-Baqarah : 186)

Bagaimanapun hati manusia ada di antara jari-jari Allah. Sebagaimana hati anak-anak pula yang berada diantara jari-jari Allah, hanya Dia yang dapat membolak-balikkan hati hamba-Nya. Adukan semua kepada-Nya, dan memohonlah agar mendapatkan kemudahan.
“Ya Allah, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku dan lunakkanlah lidahku agar manusia dapat memahami perkataanku” (QS. Thaahaa: 25-28)

Bersyukurlah karena dalam garis hidup ini ada waktu untuk memberikan ilmu walau sedikit kepada orang lain. Mungkin itulah salah satu cara agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Baik pelajaran syar’i maupun pelajaran umum bila ilmu tersebut untuk kemajuan agama islam, insyallaah bermanfaat. Semua bisa mengaku sebagai guru namun semua guru belum tentu bisa menjadi pendidik sejati.
Wallahu a’lam bishawab

Penulis : Ummu Hamzah Galuh Pramita Sari
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar hafidzahullah

***

Artikel muslimah.or.id

Bebas Memilih Pintu Surga

Alhamdulillahi wahdah wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh.
Siapa di antara kita yang tidak ingin masuk surga? Apalagi jika masuknya bebas dari pintu manapun! Adakah amalan yang bisa mengantarkan kita pada peluang emas tersebut? Jawabannya: ada, antara lain:

1. Berakidah yang benar

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

“مَنْ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَابْنُ أَمَتِهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ، وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ، وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ؛ أَدْخَلَهُ اللَّهُ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ شَاءَ”

”Barangsiapa mengucapkan ”Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Serta Isa adalah hamba Allah dan anak salah satu hamba-Nya. Kalimat-Nya disampaikan kepada Maryam dan ruhnya berasal dari Allah. (Ia juga bersaksi) bahwa surga adalah benar adanya, neraka juga benar adanya; niscaya Allah akan memasukkannya ke surga dari delapan pintunya manapun yang ia kehendaki”. (HR. Muslim dari Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu’anhu).

2. Taat kepada pemerintah dalam kebaikan

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjanjikan,

“مَنْ عَبَدَ اللَّهَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، فَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَآتَى الزَّكَاةَ، وَسَمِعَ وَأَطَاعَ؛ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُدْخِلُهُ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَ، وَلَهَا ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ. وَمَنْ عَبَدَ اللَّهَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَآتَى الزَّكَاةَ، وَسَمِعَ وَعَصَى؛ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى مِنْ أَمْرِهِ بِالْخِيَارِ؛ إِنْ شَاءَ رَحِمَهُ، وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ”.

”Barangsiapa menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, mendengar dan taat (kepada pemerintah); niscaya Allah akan memasukkannya lewat pintu surga manapun yang ia maui. Dan pintu surga itu ada delapan. Barangsiapa menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, mendengar namun tidak taat (kepada pemerintah); maka nasibnya terserah Allah. Jika Dia berkehendak maka akan merahmatinya, sebaliknya jika Dia berkehendak, maka akan menyiksanya”. (HR. Ahmad dari Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu’anhu dan dinilai hasan oleh al-Albany).

3. Patuh kepada suami

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bertutur,

“إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا؛ قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ”.

“Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau”. (HR. Ahmad dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany).

Pesantren ”Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga,
Kamis, 27 Jumadal Ula 1433 H / 19 April 2012 M

Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, MA

Artikel Muslim.Or.Id

‎Bebas Memilih Pintu Surga

Alhamdulillahi wahdah wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh.
Siapa di antara kita yang tidak ingin masuk surga? Apalagi jika masuknya bebas dari pintu manapun! Adakah amalan yang bisa mengantarkan kita pada peluang emas tersebut? Jawabannya: ada, antara lain:

1. Berakidah yang benar

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

“مَنْ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَابْنُ أَمَتِهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ، وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ، وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ؛ أَدْخَلَهُ اللَّهُ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ شَاءَ”

”Barangsiapa mengucapkan ”Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Serta Isa adalah hamba Allah dan anak salah satu hamba-Nya. Kalimat-Nya disampaikan kepada Maryam dan ruhnya berasal dari Allah. (Ia juga bersaksi) bahwa surga adalah benar adanya, neraka juga benar adanya; niscaya Allah akan memasukkannya ke surga dari delapan pintunya manapun yang ia kehendaki”. (HR. Muslim dari Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu’anhu).

2. Taat kepada pemerintah dalam kebaikan

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjanjikan,

“مَنْ عَبَدَ اللَّهَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، فَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَآتَى الزَّكَاةَ، وَسَمِعَ وَأَطَاعَ؛ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُدْخِلُهُ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَ، وَلَهَا ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ. وَمَنْ عَبَدَ اللَّهَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَآتَى الزَّكَاةَ، وَسَمِعَ وَعَصَى؛ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى مِنْ أَمْرِهِ بِالْخِيَارِ؛ إِنْ شَاءَ رَحِمَهُ، وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ”.

”Barangsiapa menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, mendengar dan taat (kepada pemerintah); niscaya Allah akan memasukkannya lewat pintu surga manapun yang ia maui. Dan pintu surga itu ada delapan. Barangsiapa menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, mendengar namun tidak taat (kepada pemerintah); maka nasibnya terserah Allah. Jika Dia berkehendak maka akan merahmatinya, sebaliknya jika Dia berkehendak, maka akan menyiksanya”. (HR. Ahmad dari Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu’anhu dan dinilai hasan oleh al-Albany).

3. Patuh kepada suami

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bertutur,

“إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا؛ قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ”.

“Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau”. (HR. Ahmad dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany).

Pesantren ”Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga,
Kamis, 27 Jumadal Ula 1433 H / 19 April 2012 M
—
Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, MA

Artikel Muslim.Or.Id‎

Romantis yang Sederhana

romantis yang sederhana

“Salah satu wujud romantisme seorang suami kepada istrinya adalah saat ia memasangkan helm ke kepala istrinya ketika hendak bepergian..” (Ustadz Syafiq Reza hafizhahullah)

Kutipan nasehat Ustadz Syafiq Reza di atas muncul ketika saya membuka beranda Facebook beberapa waktu yang lalu. Istri manapun yang mendengar kalimat tersebut, biasanya langsung berusaha mengingat-ingat,

“Pernah nggak ya suamiku memasangkan helm untukku ketika kami hendak pergi naik motor?”

How do I know? Because I felt the same way too. Aha! Anybody agree? 😀

In our early years of marriage, berbagai bayangan tentang hal-hal serba romantis itu ya seputar bunga, lovely surprises, kirim-kiriman ungkapan mesra sesering mungkin, nge-date berdua, and all those typical romantic stuffs.

Waktu berputar, tahun berlalu.. Pernah sih mikir gini, kenapa sekarang kami nggak se-romantis dulu di awal pernikahan ya? Tiap hari pasti sms-an saying I Love You, kadang sehari bisa beberapa kali. Kehadiran sekuntum bunga pink dari bahan styrofoam yang khusus dibawakannya untuk saya sepulang kerja. Berbagai ekspresi cinta khas pengantin baru. Dan banyak hal yang cukup kami berdua saja yang tahu.

Namun seiring makin bertambahnya usia pernikahan, kedewasaan dan juga anak, kami makin menyadari.. Bahwa ada hal-hal yang tetap sama, dan ada hal-hal yang tak terelakkan untuk berubah. Ada hal-hal yang harus diucapkan, ada yang cukup disimpan dalam hati saja.

Kami pun belajar, makna romantisme itu sendiri sangatlah luas. Romantis tidak hanya soal bunga,  candle light dinner (baik di resto ternama atau yang insidentil karena mati listrik), sekotak cokelat mahal atau kartu ucapan “I Love You” yang sengaja ia tinggalkan di meja sebelum berangkat kerja.

Romantisme tidak cuma soal itu, ternyata.

For some people..

Romantis adalah saat sepasang suami istri duduk bersebelahan di suatu pagi yang tenang sambil membaca dua jenis buku yang berlainan..

Romantis adalah saat-saat pillow talk, saling bicara serius tentang refleksi masa lalu, target saat ini atau impian beberapa tahun mendatang..

Romantis adalah ketika seorang istri berletih-letih belajar memasak di awal pernikahan mereka, demi menciptakan menu yang disukai suaminya. Meskipun ia sendiri tidak menyukainya..

Romantis adalah ketika seorang suami telaten merawat istri dan anak-anaknya yang sedang sakit. Mengambil alih semua tugas rumah tangga yang sanggup ia kerjakan.

Romantis adalah ketika seorang suami dengan sigap mengganti popok si kecil yang terbangun tengah malam, saat sang istri  terlelap karena kelelahan.

Romantis adalah saat sepasang suami istri bahu membahu merapikan rumah dan memandikan anak-anak ketika mereka sedang digegas waktu untuk pergi ke majelis ilmu di suatu pagi.

Romantis adalah ketika seorang suami memutuskan untuk izin absen dari pekerjaannya dan menyanggupi untuk mengurus anak-anak seharian ketika sang istri menimba ilmu, menghadiri daurah atau seminar seharian.

Romantis adalah saat seorang suami membangunkan istrinya untuk shalat malam dengan lembut, dan memerciki wajahnya dengan air ketika matanya masih ingin terpejam.

Romantis adalah kerelaan seorang suami untuk menahan emosi ketika mendapati istrinya tengah marah, berlapang dada untuk memaafkan dan memberi udzur ketika sang istri bersalah..

Romantis adalah ketika seorang suami berkata pada istri tercintanya, “Mencari nafkah itu tanggung jawabku, tugasmu adalah mengurus rumah dan mendidik anak-anak kita..”

Romantis adalah ketika seorang suami meminta sang istri untuk menutup aurat secara sempurna, sebagai bentuk penjagaan atas hartanya yang paling berharga.

Romantis adalah ketika  seorang suami atau istri menolak permintaan pasangannya yang tidak sesuai syari’at dengan cara yang penuh hikmah. Karena cinta tidak berarti selalu menuruti keinginan orang yang dicintainya, terlebih jika keinginannya bertabrakan dengan rambu-rambu syar’i. Itulah cinta karena Allah yang sejati dan abadi..

Romantis adalah ketika seorang suami menundukkan pandangannya ketika tak sengaja berpapasan dengan lawan jenisnya saat jalan dengan sang istri, dan mengeratkan genggaman tangan mereka lebih erat lagi..

Romantis adalah saat seorang suami bersedia untuk mendengarkan cerita istrinya yang panjang lebar, nggak beraturan dan nggak penting itu sampai tak sengaja ketiduran.

Romantis adalah kesabaran seorang suami ketika sang istri menyambutnya di pintu dalam keadaan kacau balau, belum sempat mandi apalagi berhias, rumah berantakan tak berbentuk dan tak ada makanan tersaji di meja. “Nggak apa, malam ini kita makan di luar yuk..”

Romantis adalah kesediaan seseorang untuk menerima diri pasangannya seutuhnya, lengkap dengan segala kekurangan, kelebihan dan masa lalunya, tanpa banyak mengatur dan meminta.

Romantis adalah saat memandang wajah seseorang yang kita cintai dalam lelapnya setelah seharian penat bekerja.. Dan sejenak menyadari, telah menghabiskan tahun-tahun penuh bahagia bersamanya, seseorang yang Allah pilihkan untuk menemani pahit manis perjalanan ini..

Romantis adalah ketika sepasang suami istri saling mengingatkan dan menguatkan dalam kesabaran dan kebenaran. Karena mereka tidak hanya menginginkan kebersamaan di dunia saja, melainkan hingga ke Jannah-Nya..

Romantis adalah ketika engkau melihat ke dalam matanya di sela-sela obrolan santai kalian, dan menemukan masih ada cinta di sana. Cinta yang sama seperti saat pertama kali bertemu dulu..

Dan ya, romantis adalah saat seorang suami memasangkan helm ke kepala istri tercintanya ketika mereka hendak bepergian dengan motor. 

Ternyata banyak hal-hal romantis yang dilakukan pasangan, yang terkadang luput dari perhatian kita. Betapa sering pasangan berbuat baik kepada kita, tapi tak pernah puas kita untuk terus menuntut lagi dan lagi. Bahkan meminta sesuatu di luar kadar kesanggupan pasangan kita.

Astaghfirullah..  Adakah kita seperti itu terhadap istri atau suami kita selama ini? Terlebih-lebih kita, para istri yang tabiatnya adalah sering mengkufuri kebaikan suami..

“Dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya, ‘Mengapa (demikian) wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam?’ Beliau shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab, ‘Karena kekufuran mereka.’ Kemudian ditanya lagi, ‘Apakah mereka kufur kepada Allah?’ Beliau menjawab, ‘Mereka kufur terhadap suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata: ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’”(HR. Bukhari no. 105)

Your halal spouse is so precious. You need him or her in your life, more than you think you ever need them before. Your spouse is the one and only sun, while others are just those little tiny sparkling stars in the night sky.. Seperti yang dituturkan dalam syair indah berikut ini..

“Kulihat kaum laki-laki memukul istri mereka,

Namun tanganku lumpuh untuk memukul Zainab,

Zainab adalah matahari, sedang wanita lain adalah bintang-bintang..

Jika Zainab muncul, tak akan nampak lagi bintang-bintang..”

(Siyar A’lamin Nubala 4/106)

Banyak sisi baik dari pasangan yang membuat teduh hati ketika kita memandangnya, atau mungkin saat sekadar mengingatnya. Jujurlah pada diri sendiri.. Pasangan kita saat ini, betapa ia begitu berjasa mendampingi kita sejak bertahun-tahun lamanya.

Dialah tempat kita mencurahkan rasa. Dialah seseorang yang paling mengenal dan mengerti, siapa dan bagaimana kita sesungguhnya, dan memilih untuk tetap tinggal dan terus mencintai kita, setelah semua yang terjadi.

Cinta yang dulu mekar di awal-awal pernikahan, bisa pudar seiring berlalunya waktu. Ia bisa berubah menjadi layu sebelum akhirnya mati dan musnah. Maka rawatlah cinta itu agar selalu berkembang dan terawat. Siramilah perasaan itu dengan hal-hal yang romantis dan penuh makna, namun sederhana…

Nggak perlu jauh-jauh ngajak hiking ke gunung atau nyewa resort mewah di pantai buat jadi pasangan yang romantis. Nggak perlu nunggu tabungan sampai ratusan juta supaya bisa beli berlian yang mahal buat si dia. Nggak perlu juga susah payah jadi orang lain untuk membahagiakan ia yang kita cintai..

Sederhanakanlah.. Seperti membukakan pintu mobil untuk istri tercinta bagi yang punya mobil, atau memasangkan helm ke kepalanya ketika hendak bepergian dengan motor. Atau merapikan anak rambut yang ‘mengintip’ dari balik jilbabnya dengan tatapan penuh kasih sayang.

Ungkapan cinta yang terlihat remeh, kecil dan sepele, tapi penuh makna. Setidaknya bagi dirinya, seseorang yang kita cinta. Sebentuk romantisme yang sederhana

//aisyafra.wordpress.com//

Menyoal Pacaran Islami

Ditengah hingar bingar perayaan hari Valentine yang digandrungi banyak anak muda sekarang, terselip di dalamnya ajakan untuk berpacaran. Dari sini, sebagian pemuda-pemudi kaum muslimin terbetik dalam hatinya keinginan untuk berpacaran namun dengan model yang berbeda dengan ‘pacaran konvensional’ yang mereka istilahkan sebagai “pacaran islami”. Sebenarnya, bolehkah ber-“pacaran islami” itu?

Makna Pacaran Islami

Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya pernah mengatakan bahwa, “sesuatu yang dinisbatkan kepada Islam artinya ia dia diajarkan oleh Islam atau memiliki landasan dari Islam”. Oleh karena itu, istilah ‘pacaran islami’ sendiri sejatinya tidak benar karena Islam tidak pernah mengajarkan pacaran dan tidak ada landasan pacaran Islami dalam syariat. Bahkan sebaliknya, ajaran Islam melarang kegiatan-kegiatan yang ada dalam pacaran, atau singkatnya, Islam melarang pacaran.

Pacar sendiri secara bahasa artinya,

pa·car n teman lawan jenis yg tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih;

ber·pa·car·an v bercintaan; berkasih-kasihan; (Sumber: KBBI)

Sehingga kita definisikan pacaran Islami adalah kegiatan bercintaan atau berkasih-kasihan yang sedemikian rupa dipoles sehingga terkesan sesuai dengan ajaran Islam. Dalam prakteknya, batasan pacaran Islami pun berbeda-beda menurut pelakunya. Diantara mereka ada yang beranggapan pacaran Islami itu adalah aktifitas pacaran selama tidak sampai zina, ada juga yang beranggapan ia adalah aktifitas pacaran selama tidak bersentuhan, atau pacaran selama tidak dua-duaan, dan yang lainnya. Insya Allah, akan kita bahas beberapa model “pacaran islami” yang banyak beredar.

Hal-Hal Yang Dilarang Dalam Pacaran

‘Pacaran’ bukanlah istilah yang ada dalam khazanah Islam. Maka memang tidak ditemukan dalil yang bunyinya “janganlah kalian pacaran” atau “pacaran itu haram” atau semisalnya. Dan dalam kitab para ulama terdahulu pun tidak ada bab mengenai pacaran. Lalu mengapa kita bisa katakan Islam melarang pacaran? Karena jika kita melihat realita, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam pacaran terdapat kegiatan-kegiatan atau hal-hal yang dilarang dalam Islam, yaitu:

1. Zina atau mendekatinya

Zina sudah jelas terlarang dalam Islam, Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra’: 32)

As Sa’di menyatakan: “larangan mendekati zina lebih keras dari pada sekedar larangan berbuat zina, karena larangan mendekati zina juga mencakup seluruh hal yang menjadi pembuka peluang dan pemicu terjadinya zina” (Tafsir As Sa’di, 457). Maka ayat ini mencakup jima’ (hubungan seks), dan juga semua kegiatan percumbuan, bermesraan dan kegiatan seksual selain hubungan intim (jima’) yang dilakukan pasangan yang tidak halal.

Dan zina itu merupakan dosa besar, pezina yang muhshan dijatuhi hukuman rajam hingga mati. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا يحل دم امرئ مسلم ، يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله ، إلا بإحدى ثلاث : النفس بالنفس ، والثيب الزاني ، والمفارق لدينه التارك للجماعة

“Seorang muslim yang bersyahadat tidak halal dibunuh, kecuali tiga jenis orang: ‘Pembunuh, orang yang sudah menikah lalu berzina, dan orang yang keluar dari Islam‘” (HR. Bukhari no. 6378, Muslim no. 1676).

Memang tidak semua yang berpacaran itu pasti berzina, namun tidak berlebihan jika kita katakan bahwa pacaran itu termasuk mendekati zina, karena dua orang sedang yang berkencan atau berpacaran untuk menuju ke zina hanya tinggal selangkah saja.
Dan perlu diketahui juga bahwa ada zina secara maknawi, yang pelakunya memang tidak dijatuhkan hukuman rajam atau cambuk namun tetap diancam dosa karena merupakan pengantar menuju zina hakiki. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إن اللهَ كتب على ابنِ آدمَ حظَّه من الزنا ، أدرك ذلك لا محالةَ ، فزنا العينِ النظرُ ، وزنا اللسانِ المنطقُ ، والنفسُ تتمنى وتشتهي ، والفرجُ يصدقُ ذلك كلَّه أو يكذبُه

“sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya” (HR. Al Bukhari 6243).

Ibnu Bathal menjelaskan: “zina mata, yaitu melihat yang tidak berhak dilihat lebih dari pandangan pertama dalam rangka bernikmat-nikmat dan dengan syahwat, demikian juga zina lisan adalah berlezat-lezat dalam perkataan yang tidak halal untuk diucapkan, zina nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan. Semua ini disebut zina karena merupakan hal-hal yang mengantarkan pada zina dengan kemaluan” (Syarh Shahih Al Bukhari, 9/23).

2. Bersentuhan dengan lawan jenis

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ

“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya (bukan mahramnya)” (HR. Ar Ruyani dalam Musnad-nya, 2/227,dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1/447).

Hadits ini jelas melarang menyentuh wanita yang bukan mahram secara mutlak, baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat.
Imam Nawawi berkata: “Ash-hab kami (para ulama syafi’iyyah) berkata bahwa setiap yang diharamkan untuk dipandang maka haram menyentuhnya. Dan terkadang dibolehkan melihat (wanita ajnabiyah) namun haram menyentuhnya. Karena boleh memandang wanita ajnabiyah dalam berjual beli atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun semisal dengannya. Namun tetap tidak boleh untuk menyentuh mereka dalam keadaan-keadaan tersebut” (Al Majmu’: 4/635).

Maka kegiatan bergandengan tangan, merangkul, membelai, wanita yang bukan mahram adalah haram hukumnya. Kegiatan-kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh orang yang berpacaran.

3. Berpandangan-pandangan dengan lawan jenis
Lelaki mukmin dan wanita mukminah diperintahkan oleh Allah untuk saling menundukkan pandangan, maka jika sengaja saling memandang malah menyelisihi 180 derajat perintah Allah tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. An Nur: 30-31).

Lelaki muslim dilarang memandang wanita yang tidak halal baginya dengan sengaja, baik dengan atau tanpa syahwat. Jika dengan syahwat atau untuk bernikmat-nikmat maka lebih terlarang lagi. Adapun jika tidak sengaja maka tidak masalah. Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu‘anhu berkata,

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى
.
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku” (HR. Muslim no. 2159).

Beliau juga bersabda dalam hadits yang telah lalu:

فزنا العينِ النظرُ

“zina mata adalah memandang”

Adapun wanita muslimah, dilarang memandang lelaki dengan syahwat dan boleh memandang lelaki jika tanpa syahwat. Karena terdapat hadits dalam Shahihain:

أن عائشة رضي الله عنها كانت تنظر إلى الحبشة وهم يلعبون ، وكان النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يسترها عنهم

“Aisyah Radhiallahu’anha pernah melihat orang-orang Habasyah bermain di masjid dan Nabi Shalallahu’alahi Wasallam membentangkan sutrah agar mereka tidak melihat ‘Aisyah“. (Muttafaqun ‘alaih)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan, “mengenai wanita yang memandang lelaki tanpa syahwat dan tanpa bernikmat-nikmat, sebatas apa yang di atas pusar dan di bawah paha, ini tidak mengapa. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengizinkan ‘Aisyah melihat orang-orang Habasyah. Karena para wanita itu juga selalu pergi ke pasar yang di dalamnya ada lelaki dan wanita. Mereka juga shalat di masjid bersama para lelaki sehingga bisa melihat para lelaki. Semua ini hukumnya boleh. Kecuali mengkhususkan diri dalam memandang sehingga terkadang menimbulkan fitnah atau syahwat atau berlezat-lezat, yang demikian barulah terlarang” (Fatawa Nurun ‘alad Darb,http://www.binbaz.org.sa/mat/11044).

Namun yang lebih utama adalah berusaha menundukkan pandangan sebagaimana diperintahkan dalam ayat. Nah, padahal dalam pacaran, hampir tidak mungkin tidak ada syahwat diantara kedua pasangan. Dan ketika saling memandang, hampir tidak mungkin mereka saling memandang tanpa ada syahwat. Andaipun tanpa syahwat, dan ini kecil kemungkinannya, maka tetap haram bagi si lelaki dan tidak utama bagi si wanita.

4. Khulwah

Khulwah maksudnya berdua-duaan antara wanita dan lelaki yang bukan mahram. Para ulama mengatakan, “yang dimaksud dengan khulwah yang terlarang adalah jika wanita berduaan dengan lelaki di suatu tempat yang aman dari hadirnya orang ketiga” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah).

Khulwah haram hukumnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ

“Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341).

Imam An Nawawi berkata: “adapun jika lelaki ajnabi dan wanita ajnabiyah berduaan tanpa ada orang yang ketiga bersama mereka, hukumnya haram menurut ijma ulama. Demikian juga jika ada bersama mereka orang yang mereka berdua tidak malu kepadanya, semisal anak-anak kecil seumur dua atau tiga tahun, atau semisal mereka, maka adanya mereka sama dengan tidak adanya. Demikian juga jika para lelaki ajnabi berkumpul dengan para wanita ajnabiyyah di suatu tempat, maka hukumnya juga haram” (Syarh Shahih Muslim, 9/109).

Berduaan adalah hal yang hampir tidak bisa lepas dari yang namanya pacaran, bahkan terkadang orang yang berpacaran sengaja mencari tempat yang sepi dan tertutup dari pandangan orang lain. Ini jelas merupakan keharaman. Wallahul musta’an.

5. Wanita melembutkan suara

Wanita muslimah dilarang melembutkan dan merendahkan suaranya di depan lelaki yang bukan mahram, yang berpotensi menimbulkan sesuatu yang tidak baik di hati lelaki tersebut, berupa rasa kasmaran atau pun syahwat. Allah Ta’ala berfirman:

فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا

“maka janganlah kamu menundukkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik” (QS. Al Ahzab: 32)

Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini: “’janganlah kamu menundukkan suara‘, As Suddi dan para ulama yang lain menyatakan, maksudnya adalah melembut-lembutkan perkataan ketika berbicara dengan lelaki. Oleh karena itu Allah berfirman ‘sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya‘ maksudnya hatinya menjadi rusak” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/409). Dan bisa jadi hal ini juga termasuk zina dengan lisan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits.

Termasuk juga dalam ayat ini, cara berbicara yang terdengar menggemaskan, atau dengan intonasi tertentu, atau desahan atau hiasan-hiasan pembicaraan lain yang berpotensi membuat lelaki yang mendengarkan tergoda, timbul rasa suka, kasmaran atau timbul syahwat. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa ini terjadi dalam pacaran.

6. Wanita safar tanpa mahram

Sebagaimana dilarang berduaan antara lelaki dengan wanita yang bukan mahram, juga diharamkan seorang wanita bersafar (bepergian jauh) dengan lelaki yang bukan mahram tanpa ditemani mahramnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا تُسافِرُ المرأةُ ثلاثةَ أيامٍ إلا مع ذِي مَحْرَمٍ

“seorang wanita tidak boleh bersafar tiga hari kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari 1086, Muslim 1338)

Beliau juga bersabda:

لا يخلوَنَّ رجلٌ بامرأةٍ إلا ومعها ذو محرمٍ . ولا تسافرُ المرأةُ إلا مع ذي محرمٍ

“Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya, dan tidak boleh seorang wanita bersafar kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341).

Dan hal ini seringkali terjadi pada orang-orang yang berpacaran, mereka bersafar berduaan saja tanpa ditemani mahramnya.

7. Penyakit Al ‘Isyq

Dari semua hal yang di atas yang tidak kalah berbahaya dan bersifat destruktif dari pacaran adalah penyakit al isyq. Makna al isyq dalam Al Qamus Al Muhith:

عُجْبُ المُحِبِّ بمَحْبوبِه، أو إفْراطُ الحُبِّ، ويكونُ في عَفافٍ وفي دَعارةٍ، أو عَمَى الحِسِّ عن إدْراكِ عُيوبِهِ، أو مَرَضٌ وسْواسِيٌّ يَجْلُبُه إلى نَفْسِه بتَسْليطِ فِكْرِهِ على اسْتِحْسانِ بعضِ الصُّوَر

“kekaguman seorang pecinta pada orang yang dicintainya, atau terlalu berlebihan dalam mencinta, terkadang (kekaguman itu) pada kehormatan atau pada kemolekan, atau menjadi buta terhadap aib-aibnya, atau timbulnya kegelisahan yang timbul dalam jiwanya yang memenuhi pikirannya dengan gambaran-gambaran indah (tentang yang dicintainya)”.

Singkat kata, al ‘isqy adalah mabuk asmara; kasmaran; kesengsem (dalam bahasa Jawa). Al Isyq adalah penyakit, bahkan penyakit yang berbahaya. Ibnul Qayyim mengatakan: “ini (al isyq) adalah salah satu penyakit hati, penyakit ini berbeda dengan penyakit pada umumnya dari segi dzat, sebab dan obatnya. Jika penyakit ini sudah menjangkiti dan masuk di hati, sulit mencari obatnya dari para tabib dan sakitnya terasa berat bagi orang yang terjangkiti” (At Thibbun Nabawi, 199). Orang yang terjangkit al ‘isyq juga biasanya senantiasa membayangkan dan mengidam-idamkan pujaannya, padahal ini merupakan zina hati sebagaimana disebutka dalam hadits.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa betapa al isyq banyak menjerumuskan pria shalih menjadi pria bejat, wanita shalihah menjadi wanita bobrok. Betapa virus cinta ini membuat orang berani menerjang hal-hal yang diharamkan, berani melakukan hal-hal yang tabu dan malu untuk dilakukan, sampai-sampai ada pepatah “cinta itu buta”, buta hingga aturan agama pun tidak dilihatnya, juga pepatah “karena cinta, kotoran ayam rasanya coklat” sehingga yang buruk, yang memalukan yang membinasakan pun terasa indah bagi orang yang terjangkit al isyq.

Dari al isyq ini akan timbul perbuatan-perbuatan buruk lain yang bahkan bisa lebih parah dari poin-poin yang disebutkan di atas. Bukankah kita ingat kisah Nabi Yusuf yang ketampanannya membuat Zulaikha kasmaran? Ia tidak menahan padangan dan dalam hatinya tumbuh penyakit al isyq. Apa akibatnya? Ia mengajak Yusuf berzina.

وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَنْ رَأى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan zina) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukannya pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih” (QS. Yusuf: 24).

Seorang yang kasmaran, akan selalu teringat si ‘dia’. Bahkan ketika beribadah pun ingat si ‘dia’, melakukan kebaikan pun demi si ‘dia’. Allah diduakan. Ibadah bukan karena Allah, dakwah pun tidak ikhlas, ikut taklim karena ada si ‘dia’, sibuk mengurus dakwah karena bertemu si ‘dia’. Tidak jarang gara-gara penyakit al isyq, seseorang datang ke dukun lalu berbuat kesyirikan, tidak jarang pula yang saling membunuh, atau bunuh diri. Wallahul musta’an.

Oleh karena itulah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mewanti-wanti kita terhadap hal ini, beliau bersabda:

ما تَركتُ بَعدي فِتنَةً أضرَّ على الرجالِ منَ النساءِ

“Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain fitnah (cobaan) terhadap wanita” (HR. Al Bukhari 5096, Muslim 2740)

Beliau juga bersabda:

إن الدنيا حلوةٌ خضرةٌ . وإن اللهَ مستخلفُكم فيها . فينظرُ كيف تعملون . فاتقوا الدنيا واتقوا النساءَ . فإن أولَ فتنةِ بني إسرائيلَ كانت في النساءِ

“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan Allah telah mempercayakan kalian untuk mengurusinya, Sehingga Allah melihat apa yang kalian perbuatan (disana). Maka berhati-hatilah kalian dari fitnah (cobaan) dunia dan takutlah kalian terhadap fitnah (cobaan) wanita. Karena sesungguhnya fitnah (cobaan) pertama pada Bani Isra’il adalah cobaan wanita” (HR Muslim 2742)

Model-Model Pacaran Islami

1. Sebagaimana pacaran biasa, selama tidak zina

Sebagian pemuda-pemudi yang minim ilmu agama, menyangka bahwa hanya zina yang terlarang dalam etika berhubungan antara lelaki dan wanita. Sehingga mereka menganggap pacaran dengan model seperti pacaran biasa, sering berkencan, berduaan, intens berkomunikasi, berangkulan, bergandengan tangan, safar bersama, dan lainnya selama tidak sampai zina itu sudah Islami. Tentu saja ini anggapan yang keliru dan pacaran model ini terlarang karena mengandung hal-hal yang dilarang pada poin 2 – 7.

2. Sebagaimana pacaran biasa, tapi berkomitmen untuk tidak saling bersentuhan

Model pacaran seperti banyak berkembang diantara pemuda-pemudi muslim yang awam agama namun sudah sedikit memahami bahwa saling bersentuhan antara yang bukan mahram itu haram. Namun mereka tetap sering jalan bersama, sering berkencan, berduaan, safar bersama, dan komunikasi dengan sangat intens. Memang terkadang sang wanita suka mengingatkan sang lelaki untuk menunaikan shalat bahkan terkadang mereka berkencan di masjid. Mereka menganggap ini sudah Islami. Tentu yang seperti ini pun terlarang karena karena mengandung hal-hal yang dilarang pada poin 3 – 7.

3. Pacaran tanpa suka berduaan, tapi ditemani teman

Model pacaran jenis ini mirip dengan model nomor 2 hanya saja biasanya ketika berkencan mereka berdua ditemani temannya yang lain, yang bukan mahram juga. Mereka juga menjaga diri untuk tidak bersentuhan. Sayangnya pacaran model ini banyak ditemukan di beberapa pondok pesantren juga banyak ‘dipromosikan’ oleh film-film dan sinetron religi di bisokop dan televisi. Sampai-sampai kadang digambarkan ada ustadz lulusan timur tengah yang berilmu, kesengsem dengan murid wanitanya di majelis taklim, mereka saling berpandangan tersipu lalu berlanjut ke model pacaran yang seperti ini. Wallahul musta’an.

Orang yang berpacaran model ini pun tidak ubahnya dengan orang pacaran pada umumnya, mereka sering bertemu, mereka saling berpandangan, saling merayu, memberi perhatian, sang wanita melembutkan suara, Mereka menyangka asalkan tidak khulwah maka tidak mengapa. Padahal jika yang menemani adalah lelaki, maka haram sebagaimana yang dijelaskan An Nawawi. Jika yang menemani adalah wanita muslimah lain, maka tetap saja pacaran ini terlarang karena mengandung hal-hal pada poin 3, 5, 7 dan terkadang 6.

4. Tidak suka berduaan, namun intens berkomunikasi

Model pacaran seperti ini banyak terjadi di kalangan pemuda aktifis dakwah. Para ikhwah aktifis dakwah sejatinya dididik untuk membatasi diri dari para akhawatnya. Misalnya mereka menundukkan pandangan jika bertemu atau dibatasi hijab ketika rapat. Namun seringnya bertemu dan berinteraksi dalam aktifitas dakwah mereka memunculkan rasa-rasa yang tidak sehat.

Pepatah jawa mengatakan ‘witing tresno jalaran soko kulino‘, timbulnya cinta karena sering (terbiasa) berinteraksi.

Tentu mereka tidak suka berkencan atau bahkan berduaan. Namun virus merah jambu senantiasa menjangkiti lewat komunikasi yang begitu intens. Terkadang itu terselip lewat untaian nasehat, mengingatkan ibadah, memberi semangat, bertanya kabar, bertanya agenda dakwah, baik via SMS, via telepon, surat, email, facebook atau lainnya. Ini adalah pacaran terselubung. Jangan kira bahwa ini sah-sah saja, sang akhwat jika sudah terjangkiti virus ini biasanya akan melembutkan suaranya kepada sang ikhwan. Baik secara lisan, maupun via bahasa-bahasa tulisannya yang ‘renyah’. Dan yang paling penting, dari pacaran model ini tetap muncul penyakit al isyq yang sangat berbahaya serta juga zina lisan dan hati.

5. Saling berjanji untuk menikah

Pacaran model ini mungkin berbeda dengan model-model sebelumnya. Namun juga banyak terjadi pada aktifis dakwah dan para pemuda-pemudi yang sebenarnya punya semangat dalam beragama. Dua sejoli yang melakukannya bisa jadi tidak bertemu, tidak suka berduaan, bahkan mungkin mereka membatasi komunikasi. Namun si ikhwan menjanjikan bahwa ia akan menikahi sang akhwat pada suatu masa, mungkin tahun depan, 5 tahun lagi, setelah lulus, setelah bekerja, atau lainnya. Walaupun andaikan tidak ada aktifitas fisik diantara mereka, minimal penyakit al isyq menjangkiti ditambah zina hati. Maka ini pun jenis pacaran yang terselubung dan hendaknya ditinggalkan.

Solusi Pacaran Islami

Jika ada pacaran yang Islami, maka itu hanya bisa terjadi setelah menikah. Karena menikah adalah solusi terbaik bagi orang yang hatinya bergejolak haus akan cinta, juga solusi bagi dua orang yang sudah terlanjur terjangkit penyakit al isqy. Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang nafsunya”

Bagi yang sudah terlanjur pacaran, segeralah bertaubat, dan segeralah menikah. Dan kami tidak mengatakan bahwa hendaknya segera menikahi dengan sang pacar. Karena memilih pasangan yang benar adalah yang dapat mengantarkan anda kepada ridha Allah, belum tentu syarat itu dimiliki pacar anda yang sekarang. Carilah pasangan yang shalih dan shalihah. Jika belum mampu menikah maka segeralah bertaubat dan putuskan hubungan pacaran serta perbanyaklah berpuasa.

Syaikh Khalid bin Bulihid hafizhahullah menasehatkan pemuda yang terjangkiti penyakit isyq dengan beberapa hal:

1.Menjaga shalat dengan khusyu dan penuh tadabbur, serta memperbanyak shalat sunnah

2.Memperbanyak doa kepada Allah:

yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbii ‘alaa diinik, yaa mushorrifal quluub, shorrif qalbii ilaa thoo’atik wa thoo’ati rosuulik
(wahai Dzat yang membolak-balik hati, kokohkan hatiku untuk menjalani agama-Mu, wahai Dzat yang mencondongkan hati, condongkanlah hatiku untuk menaati-Mu dan Rasul-Mu)

karena ketika doa ini sudah dibiasakan dan anda merendahkan diri anda di hadapan Allah, maka Allah akan mencondongkan hati anda dalam keistiqomahan menjalankan agama-Nya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاء إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

“Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih” (QS. Yusuf: 24)

3.Menjauhkan diri dari hal-hal yang mengingatkan anda pada sang pacar, baik itu tempat, surat, mendengarkan suaranya, atau hal-hal lain yang mengembalikan memori anda sehingga rasa itu timbul kembali. Menjauhkan diri dari itu semua adalah dengan mengacuhkan semua itu, dan semakin sedikit hal-hal yang diingat dari sang pacar maka semakin sedikit pengaruh al isyq di hati.

4.Memperbanyak tilawah Al Qur’an dan berdzikir. Juga memperbanyak tadabbur dan tafakkur. Karena jika hati disibukkan untuk mencintai Allah dan mengingat Allah, ia akan teralihkan cinta kepada makhluk dan dari bergantungnya hati kepada makhluk.

5.Lebih banyak memperhatikan keadaan dunia dan keadaan di akhirat kelak, dan apa-apa yang Allah persiapkan untuk orang yang bersabar. Yaitu para penduduk surga dan nikmat-nikmat yang mereka dapatkan. Dengan memikirkan hal ini seorang hamba akan zuhud terhadap dunia dan ia akan menyadari bahwa hal-hal duniawi itu akan hilang dan berlalu tidak sebagaimana perkara akhirat. Maka tidak layak kita menyandarkan jiwa dan menggantungkan hati kepada hal-hal duniawi yang akan sirna itu.

6.Saya nasehatkan kepada anda untuk bersungguh-sungguh mencari istri yang shalihah dalam beragama, cantik rupanya, bagus akhlaknya. Jika anda menemukannya maka mintalah pertolongan kepada Allah untuk menikahinya. Jangan sia-siakan masa muda anda, dan jangan bimbang untuk mengambil sikap ini. Pernikahan akan menghiasi hari-hari anda, memenuhi rasa haus anda akan kasih sayang dan melupakan masa lalu anda.
(sumber: http://www.saaid.net/Doat/binbulihed/f/072.htm)

Semoga bermanfaat. Wabillahi At Taufiq Wa Sadaad

Penulis: Yulian Purnama

Artikel Muslim.Or.Id

Obat Ketika Merindukan Si Dia

Tak bisa disangkal, manusia akan selalu bersentuhan dengan cinta. Sementara kecintaan memberikan buah kerinduan. Orang yang mencinta akan rindu kepada orang yang dicintainya.

Kerinduan kepada kekasih, seringkali membekaskan duka. Karena sudah tahu bahwa pacaran bukanlah jalan yang halal untuk ditempuh, maka nikahlah satu-satunya yang jadi pilihan. Padahal si pria belum mampu memberi nafkah lahir. Wanita pun masih muda dan dituntut oleh orang tua untuk menyelesaikan sekolah atau meraih gelar. Akhirnya, karena tidak kesampaian untuk nikah, maka pacaran terselubung sebagai jalan keluar karena tidak kuat menahan rasa rindu pada si dia. Lewat chatting, inbox FB atau sms jadi jalur alternatif.

Inilah yang dialami pemuda masa kini. Mungkin juga dialami para aktivis dakwah. Agar dikira tidak melalui pacaran, maka sms dan chatting yang jadi pilihan. Seharusnya rasa rindu ini bisa dipendam dengan melakukan beberapa kiat yang akan kami utarakan[1]. Semoga Allah senantiasa memberi taufik.

Terapi dari Rasa Rindu dengan Segera Nikah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah[2], maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.”[3]

Yang dimaksud dengan syabab (pemuda) di sini adalah siapa saja yang belum mencapai usia 30 tahun. Inilah pendapat ulama-ulama Syafi’iyah.[4]

Secara bahasa, baa-ah bermakna jima’ (berhubungan suami istri). Sedangkan mengenai makna baa’ah dalam hadits di atas terdapat ada dua pendapat di antara para ulama, namun intinya kembali pada satu makna.

Pertama: makna baa-ah adalah sebagaimana makna secara bahasa yaitu jima’. Sehingga makna hadits adalah barangsiapa yang mempunyai kemampuan untuk berjima’ karena mampu memberi nafkah nikah, maka menikahlah. Barangsiapa yang tidak mampu berjima’ karena ketidakmampuannya memberi nafkah, maka hendaklah ia memperbanyak puasa untuk menekan syahwatnya dan untuk menghilangkan angan-angan jeleknya.

Pendapat kedua: makna baa-ah adalah kemampuan memberi nafkah. Dimaknakan demikian karena konsekuensi dari seseorang mampu berjima’, maka tentu ia harus mampu memberi nafkah. Sehingga makna hadits adalah barangsiapa yang telah mampu memberi nafkah nikah, maka hendaklah ia menikah. Barangsiapa yang tidak mampu, maka berpuasalah untuk menekan syahwatnya.

Jadi maksud dari dua pendapat ini adalah sama yaitu harus punya kemampuan untuk memberi nafkah. Sehingga inilah yang menjadi syarat seseorang (khususnya pria) untuk membina rumah tangga dengan kekasih pilihan, yaitu ia memiliki kemampuan untuk memberi nafkah keluarga. Hal ini yang banyak disalahpahami sebagian pemuda. Mereka ngebet minta nikah pada ortunya. Padahal sesuap nasi saja masih ngemis pada ortunya. Hanya Allah yang memberi taufik.

Dari sini, barangsiapa yang memiliki kemampuan, maka segeralah untuk menikah guna memadamkan rasa rindu yang ada. Menikah di sini tidak mesti dengan orang yang selalu dirindukan. Boleh jadi, juga dengan orang lain. Karena nikah telah mencukupkan segala kebutuhan jiwa di samping dalam nikah akan ditemui banyak keberkahan. Jika memungkinkan menikah dengan orang yang dirindukan, maka menikahlah dengannya. Ini merupakan terapi manjur.

Berusaha untuk Ikhlas dalam Beribadah

Ikhlas adalah obat manjur penyakit rindu. Jika seseorang benar-benar ikhlas menghadapkan diri pada Allah, maka Allah akan menolongnya dari penyakit rindu dengan cara yang tak pernah terbetik di hati sebelumnya. Cinta pada Allah dan nikmat dalam beribadah akan mengalahkan cinta-cinta lainnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sungguh, jika hati telah merasakan manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya, niscaya ia tidak akan menjumpai hal-hal lain yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan lebih baik daripada Allah. Manusia tidak akan meninggalkan sesuatu yang dicintainya, melainkan setelah memperoleh kekasih lain yang lebih dicintainya. Atau karena adanya sesuatu yang ditakutinya. Cinta yang buruk akan bisa dihilangkan dengan cinta yang baik. Atau takut terhadap sesuatu yang membahayakannya.”

Hati yang tidak ikhlas akan selalu diombang-ambingkan nafsu, keinginan, tuntutan serta cinta yang memabukkan. Keadaannya tak beda dengan sepotong ranting yang meliuk ke sana kemari mengikuti arah angin.

Banyak Memohon pada Allah

Setiap do’a yang kita panjatkan pasti akan bermanfaat. Boleh jadi do’a tersebut segera dikabulkan oleh Allah. Boleh jadi sebagai simpanan di akhirat. Boleh jadi dengan do’a kita tadi, Allah akan menghilangkan kejelekan yang semisal.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »

“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selam tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allahu akbar (Allah Maha besar).”[5]

Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan dia bersungguh-sungguh dalam berdo’a, merasakan kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do’anya. Termasuk di antaranya apabila seseorang memohon pada Allah agar dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa mengoyak-ngoyak hatinya. Penyakit yang menyebabkan dirinya gundah gulana, sedih dan sengsara. Oleh karena itu, perbanyaklah do’a.

Memenej Pandangan

Pandangan yang berulang-ulang adalah pemantik terbesar yang menyalakan api hingga terbakarlah api dengan kerinduan. Orang yang memandang dengan sepintas saja jarang yang mendapatkan rasa kasmaran. Namun pandangan yang berulang-ulanglah yang merupakan biang kehancuran. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan agar hati ini tetap terjaga. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى

“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.”[6]

Mujahid mengatakan,

غَضُّ الْبَصَرِ عَنْ مَحَارِمِ اللَّهِ يُورِثُ حُبَّ اللَّهِ

“Menundukkan pandangan dari berbagai hal yang diharamkan oleh Allah, akan menimbulkan rasa cinta pada Allah.”[7] Berarti menahan pandangan dari wanita yang bukan mahrom akan menimbulkan rasa cinta pada Allah. Menundukkan pandangan yang dimaksud di sini ada dua macam yaitu memandang aurat sesama jenis dan memandang wanita yang bukan mahram.

Tiga faedah dari menundukkan pandangan telah disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.[8]

Pertama: Akan merasakan manis dan lezatnya iman. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, Dia akan memberi ganti dengan yang lebih baik.

Kedua: Akan memberi cahaya pada hati dan akan memiliki firasat yang begitu cemerlang.

Ketiga: Akan lebih menguatkan hati.

Lebih Giat Menyibukkan Diri

Dalam situasi kosong kegiatan biasanya seseorang lebih mudah untuk berangan memikirkan orang yang ia cintai. Dalam keadaan sibuk luar biasa berbagai pikiran tersebut mudah untuk lenyap begitu saja. Oleh karena itu, untuk memangkas kerinduan seseorang hendaknya menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat baik untuk dunia atau akhirat. Hakikat dari rasa rindu adalah kesibukan hati yang kosong. Di kala sepi sendiri, tanpa aktivitas muncullah bayangan sang kekasih, wajah, gerak-gerik, dan segala yang berkaitan dengannya. Seluruhnya hanya sekedar bayangan dan khayalan yang berakhir dengan kesedihan diri. Tiada manfaatnya sedikit pun bagi kehidupan kita.

Ibnul Qayyim menyebutkan nasehat seorang sufi yang ditujukan pada Imam Asy Syafi’i. Ia berkata,

وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ

“Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”[9]

Menghindari Nyanyian dan Film Percintaan

Nyanyian dan film-film percintaan memiliki andil besar untuk mengobarkan kerinduan pada orang yang dicintai. Apalagi jika nyanyian tersebut dikemas dengan mengharu biru, mendayu-dayu tentu akan menggetarkan hati orang yang sedang ditimpa kerinduan. Akibatnya rasa rindu kepadanya semakin memuncak, berbagai angan-angan yang menyimpang pun terbetik dalam hati dan pikiran. Bila demikian, sudah layak jika nyanyian dan tontonan seperti ini dan secara umum ditinggalkan. Demi keselamatan dan kejernihan hati. Sehingga sempat diungkapkan oleh beberapa ulama nyanyian adalah mantera-mantera zina.

Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan sayuran.”

Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.”

Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.”[10]

Imam Asy Syafi’i berkata, “Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.”[11]

Bayangkan Kekurangan Si Dia

Ingatlah selalu, orang yang engkau rindukan bukanlah pribadi yang sempurna. Ia sangat banyak kekurangan, sehingga tidak layak untuk dipuja, disanjung atau senantiasa dirindukan. Orang yang dirindukan sebenarnya tidak seperti yang dikhayalkan dalam lamuman.

Ibnul Jauzi berkata, “Sesungguhnya manusia itu penuh dengan najis dan kotoran. Sementara orang yang dimabuk cinta senantiasa melihat kekasihnya dalam keadaan sempurna. Disebabkan cinta ia tidak lagi melihat adanya aib.”

Kita bisa menghukumi sesuatu dengan timbangan keadilan sedangkan orang yang sedang kasmaran tengah dikuasai oleh hawa nafsunya sehingga tak dapat bersikap dengan adil. Kecintaannya menutupi seluruh aib yang dimiliki oleh pasangannya.

Para ahli hikmah berkata, “Mata yang diliputi oleh hawa nafsu akan menjadi buta.”

Semoga Allah memberi taufik. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com

Pangukan, Sleman, Kamis, 24 Dzulqo’dah 1430 H

[1] Kiat-kiat ini kami olah dari pembahasan Majalah Elfata, edisi 02, volume 05, tahun 2005.

[2] Baa-ah ada tiga penyebutan lainnya: [1] al baah (الْبَاءَة), [2] al baa’ (الْبَاء), dan [3] al baahah (الْبَاهَة). Lihat Syarh Muslim, An Nawawi, 5/70, Mawqi’ Al Islam.

[3] HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400.

[4] Lihat Syarh Muslim, 5/70.

[5] HR. Ahmad no. 11149, 3/18, dari Abu Sa’id. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (bagus). Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.

[6] HR. Muslim no. 2159.

[7] Majmu’ Al Fatawa, 15/394, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H

[8] Majmu’ Al Fatawa, 15/420-426

[9] Al Jawabul Kafi, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 109, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah

[10] Lihat Talbis Iblis, 289, Asy Syamilah

[11] Talbis Iblis, 283

‎Obat Ketika Merindukan Si Dia

Tak bisa disangkal, manusia akan selalu bersentuhan dengan cinta. Sementara kecintaan memberikan buah kerinduan. Orang yang mencinta akan rindu kepada orang yang dicintainya.

Kerinduan kepada kekasih, seringkali membekaskan duka. Karena sudah tahu bahwa pacaran bukanlah jalan yang halal untuk ditempuh, maka nikahlah satu-satunya yang jadi pilihan. Padahal si pria belum mampu memberi nafkah lahir. Wanita pun masih muda dan dituntut oleh orang tua untuk menyelesaikan sekolah atau meraih gelar. Akhirnya, karena tidak kesampaian untuk nikah, maka pacaran terselubung sebagai jalan keluar karena tidak kuat menahan rasa rindu pada si dia. Lewat chatting, inbox FB atau sms jadi jalur alternatif.

Inilah yang dialami pemuda masa kini. Mungkin juga dialami para aktivis dakwah. Agar dikira tidak melalui pacaran, maka sms dan chatting yang jadi pilihan. Seharusnya rasa rindu ini bisa dipendam dengan melakukan beberapa kiat yang akan kami utarakan[1]. Semoga Allah senantiasa memberi taufik.

Terapi dari Rasa Rindu dengan Segera Nikah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah[2], maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.”[3]

Yang dimaksud dengan syabab (pemuda) di sini adalah siapa saja yang belum mencapai usia 30 tahun. Inilah pendapat ulama-ulama Syafi’iyah.[4]

Secara bahasa, baa-ah bermakna jima’ (berhubungan suami istri). Sedangkan mengenai makna baa’ah dalam hadits di atas terdapat ada dua pendapat di antara para ulama, namun intinya kembali pada satu makna.

Pertama: makna baa-ah adalah sebagaimana makna secara bahasa yaitu jima’. Sehingga makna hadits adalah barangsiapa yang mempunyai kemampuan untuk berjima’ karena mampu memberi nafkah nikah, maka menikahlah. Barangsiapa yang tidak mampu berjima’ karena ketidakmampuannya memberi nafkah, maka hendaklah ia memperbanyak puasa untuk menekan syahwatnya dan untuk menghilangkan angan-angan jeleknya.

Pendapat kedua: makna baa-ah adalah kemampuan memberi nafkah. Dimaknakan demikian karena konsekuensi dari seseorang mampu berjima’, maka tentu ia harus mampu memberi nafkah. Sehingga makna hadits adalah barangsiapa yang telah mampu memberi nafkah nikah, maka hendaklah ia menikah. Barangsiapa yang tidak mampu, maka berpuasalah untuk menekan syahwatnya.

Jadi maksud dari dua pendapat ini adalah sama yaitu harus punya kemampuan untuk memberi nafkah. Sehingga inilah yang menjadi syarat seseorang (khususnya pria) untuk membina rumah tangga dengan kekasih pilihan, yaitu ia memiliki kemampuan untuk memberi nafkah keluarga. Hal ini yang banyak disalahpahami sebagian pemuda. Mereka ngebet minta nikah pada ortunya. Padahal sesuap nasi saja masih ngemis pada ortunya. Hanya Allah yang memberi taufik.

Dari sini, barangsiapa yang memiliki kemampuan, maka segeralah untuk menikah guna memadamkan rasa rindu yang ada. Menikah di sini tidak mesti dengan orang yang selalu dirindukan. Boleh jadi, juga dengan orang lain. Karena nikah telah mencukupkan segala kebutuhan jiwa di samping dalam nikah akan ditemui banyak keberkahan. Jika memungkinkan menikah dengan orang yang dirindukan, maka menikahlah dengannya. Ini merupakan terapi manjur.

Berusaha untuk Ikhlas dalam Beribadah

Ikhlas adalah obat manjur penyakit rindu. Jika seseorang benar-benar ikhlas menghadapkan diri pada Allah, maka Allah akan menolongnya dari penyakit rindu dengan cara yang tak pernah terbetik di hati sebelumnya. Cinta pada Allah dan nikmat dalam beribadah akan mengalahkan cinta-cinta lainnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sungguh, jika hati telah merasakan manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya, niscaya ia tidak akan menjumpai hal-hal lain yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan lebih baik daripada Allah. Manusia tidak akan meninggalkan sesuatu yang dicintainya, melainkan setelah memperoleh kekasih lain yang lebih dicintainya. Atau karena adanya sesuatu yang ditakutinya. Cinta yang buruk akan bisa dihilangkan dengan cinta yang baik. Atau takut terhadap sesuatu yang membahayakannya.”

Hati yang tidak ikhlas akan selalu diombang-ambingkan nafsu, keinginan, tuntutan serta cinta yang memabukkan. Keadaannya tak beda dengan sepotong ranting yang meliuk ke sana kemari mengikuti arah angin.

Banyak Memohon pada Allah

Setiap do’a yang kita panjatkan pasti akan bermanfaat. Boleh jadi do’a tersebut segera dikabulkan oleh Allah. Boleh jadi sebagai simpanan di akhirat. Boleh jadi dengan do’a kita tadi, Allah akan menghilangkan kejelekan yang semisal.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »

“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selam tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allahu akbar (Allah Maha besar).”[5]

Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan dia bersungguh-sungguh dalam berdo’a, merasakan kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do’anya. Termasuk di antaranya apabila seseorang memohon pada Allah agar dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa mengoyak-ngoyak hatinya. Penyakit yang menyebabkan dirinya gundah gulana, sedih dan sengsara. Oleh karena itu, perbanyaklah do’a.

Memenej Pandangan

Pandangan yang berulang-ulang adalah pemantik terbesar yang menyalakan api hingga terbakarlah api dengan kerinduan. Orang yang memandang dengan sepintas saja jarang yang mendapatkan rasa kasmaran. Namun pandangan yang berulang-ulanglah yang merupakan biang kehancuran. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan agar hati ini tetap terjaga. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى

“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.”[6]

Mujahid mengatakan,

غَضُّ الْبَصَرِ عَنْ مَحَارِمِ اللَّهِ يُورِثُ حُبَّ اللَّهِ

“Menundukkan pandangan dari berbagai hal yang diharamkan oleh Allah, akan menimbulkan rasa cinta pada Allah.”[7] Berarti menahan pandangan dari wanita yang bukan mahrom akan menimbulkan rasa cinta pada Allah. Menundukkan pandangan yang dimaksud di sini ada dua macam yaitu memandang aurat sesama jenis dan memandang wanita yang bukan mahram.

Tiga faedah dari menundukkan pandangan telah disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.[8]

Pertama: Akan merasakan manis dan lezatnya iman. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, Dia akan memberi ganti dengan yang lebih baik.

Kedua: Akan memberi cahaya pada hati dan akan memiliki firasat yang begitu cemerlang.

Ketiga: Akan lebih menguatkan hati.

Lebih Giat Menyibukkan Diri

Dalam situasi kosong kegiatan biasanya seseorang lebih mudah untuk berangan memikirkan orang yang ia cintai. Dalam keadaan sibuk luar biasa berbagai pikiran tersebut mudah untuk lenyap begitu saja. Oleh karena itu, untuk memangkas kerinduan seseorang hendaknya menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat baik untuk dunia atau akhirat. Hakikat dari rasa rindu adalah kesibukan hati yang kosong. Di kala sepi sendiri, tanpa aktivitas muncullah bayangan sang kekasih, wajah, gerak-gerik, dan segala yang berkaitan dengannya. Seluruhnya hanya sekedar bayangan dan khayalan yang berakhir dengan kesedihan diri. Tiada manfaatnya sedikit pun bagi kehidupan kita.

Ibnul Qayyim menyebutkan nasehat seorang sufi yang ditujukan pada Imam Asy Syafi’i. Ia berkata,

وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ

“Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”[9]

Menghindari Nyanyian dan Film Percintaan

Nyanyian dan film-film percintaan memiliki andil besar untuk mengobarkan kerinduan pada orang yang dicintai. Apalagi jika nyanyian tersebut dikemas dengan mengharu biru, mendayu-dayu tentu akan menggetarkan hati orang yang sedang ditimpa kerinduan. Akibatnya rasa rindu kepadanya semakin memuncak, berbagai angan-angan yang menyimpang pun terbetik dalam hati dan pikiran. Bila demikian, sudah layak jika nyanyian dan tontonan seperti ini dan secara umum ditinggalkan. Demi keselamatan dan kejernihan hati. Sehingga sempat diungkapkan oleh beberapa ulama nyanyian adalah mantera-mantera zina.

Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan sayuran.”

Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.”

Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.”[10]

Imam Asy Syafi’i berkata, “Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.”[11]

Bayangkan Kekurangan Si Dia

Ingatlah selalu, orang yang engkau rindukan bukanlah pribadi yang sempurna. Ia sangat banyak kekurangan, sehingga tidak layak untuk dipuja, disanjung atau senantiasa dirindukan. Orang yang dirindukan sebenarnya tidak seperti yang dikhayalkan dalam lamuman.

Ibnul Jauzi berkata, “Sesungguhnya manusia itu penuh dengan najis dan kotoran. Sementara orang yang dimabuk cinta senantiasa melihat kekasihnya dalam keadaan sempurna. Disebabkan cinta ia tidak lagi melihat adanya aib.”

Kita bisa menghukumi sesuatu dengan timbangan keadilan sedangkan orang yang sedang kasmaran tengah dikuasai oleh hawa nafsunya sehingga tak dapat bersikap dengan adil. Kecintaannya menutupi seluruh aib yang dimiliki oleh pasangannya.

Para ahli hikmah berkata, “Mata yang diliputi oleh hawa nafsu akan menjadi buta.”

Semoga Allah memberi taufik. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com

Pangukan, Sleman, Kamis, 24 Dzulqo’dah 1430 H

[1] Kiat-kiat ini kami olah dari pembahasan Majalah Elfata, edisi 02, volume 05, tahun 2005.

[2] Baa-ah ada tiga penyebutan lainnya: [1] al baah (الْبَاءَة), [2] al baa’ (الْبَاء), dan [3] al baahah (الْبَاهَة). Lihat Syarh Muslim, An Nawawi, 5/70, Mawqi’ Al Islam.

[3] HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400.

[4] Lihat Syarh Muslim, 5/70.

[5] HR. Ahmad no. 11149, 3/18, dari Abu Sa’id. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (bagus). Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.

[6] HR. Muslim no. 2159.

[7] Majmu’ Al Fatawa, 15/394, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H

[8] Majmu’ Al Fatawa, 15/420-426

[9] Al Jawabul Kafi, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 109, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah

[10] Lihat Talbis Iblis, 289, Asy Syamilah

[11] Talbis Iblis, 283‎

//Mahasiswa Muslim Gadjah Mada//